Kamis, 13 Agustus 2015

Village Micro Finance based on Sharia Economic

Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang berkembang memiliki berbagai probematika kehidupan di berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Masih rendahnya tingkat kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang tak  pernah ada akhirnya. Dalam teori ekonomi hal tersebut dinamakan lingkaran setan. Saat ini Indonesia masih menata sektor perenonomian dalam mengahadapi ASEAN Economic Community (AEC), namun dengan keberagaman kondisi geografis Indonesia dari pulau besar ke pulau kecil, dataran tinggi ke dataran rendah, kota ke desa menyebabkan sulitnya meratakan pembangunan ekonomi.
Disisi lain, kehidupan perekonomian masyarakat terus berkembang seiring dengan banyaknya inovasi produk, sehingga menyebabkan beragamnya kebutuhan masyarakat. Namun, pesatnya pertubuhan inovasi produk, dan meningkatnya kebutuhan masyarakat tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini menyebabkan banyaknya masyarakat yang mencari sumber pendapatan diluar pekerjaan intinya atau bahkan meminjam uang. Masyarakat desa yang notabene belum mengenal dunia perbankan akan meminjam uang pada rentenir, walaupun mereka mengetahui bahwa riba dalam islam sangat diharamkan.

Belum mengenal dunia perbankan serta kemudahan yang diberikan rentenir membuat masyarakat sangat nyaman dengan melakukan kredit kepLatar Belakang
Indonesia sebagai negara yang berkembang memiliki berbagai probematika kehidupan di berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Masih rendahnya tingkat kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang tak  pernah ada akhirnya. Dalam teori ekonomi hal tersebut dinamakan lingkaran setan. Saat ini Indonesia masih menata sektor perenonomian dalam mengahadapi ASEAN Economic Community (AEC), namun dengan keberagaman kondisi geografis Indonesia dari pulau besar ke pulau kecil, dataran tinggi ke dataran rendah, kota ke desa menyebabkan sulitnya meratakan pembangunan ekonomi.
Disisi lain, kehidupan perekonomian masyarakat terus berkembang seiring dengan banyaknya inovasi produk, sehingga menyebabkan beragamnya kebutuhan masyarakat. Namun, pesatnya pertubuhan inovasi produk, dan meningkatnya kebutuhan masyarakat tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini menyebabkan banyaknya masyarakat yang mencari sumber pendapatan diluar pekerjaan intinya atau bahkan meminjam uang. Masyarakat desa yang notabene belum mengenal dunia perbankan akan meminjam uang pada rentenir, walaupun mereka mengetahui bahwa riba dalam islam sangat diharamkan.
Belum mengenal dunia perbankan serta kemudahan yang diberikan rentenir membuat masyarakat sangat nyaman dengan melakukan kredit kepada para rentenir. Namun, apabila hal ini terus dibiarkan maka perekonomian masyarakat pedesaan pada khususnya akan terus berada dibawah tekanan para rentenir. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya dari berbagai pihak untuk dapat memutus mata rantai kredit secara ribawi yang merugikan masyarakat.ada para rentenir. Namun, apabila hal ini terus dibiarkan maka perekonomian masyarakat pedesaan pada khususnya akan terus berada dibawah tekanan para rentenir. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya dari berbagai pihak untuk dapat memutus mata rantai kredit secara ribawi yang merugikan masyarakat.

Beberapa orang yang menjadi rentenir dihimbau untuk mengikuti pembinaan ekonomi Islam. Setelah itu, apabila mereka tertarik maka dapat dijadikan sebagai penanam modal dalam program Village Micro Finance based on Sharia Economic. Masyarakat dan ketua RT/RW setempat akan membuat Village Micro Finance based on Sharia Economic secara mandiri guna meningkatkan kesadaran ekonomi masyarakat di daerah sekitar.

Penjelasan :
1. Masyarakat yang memiliki kelebihan dana dibina tentang ekonomi Islam dan dikumpulkan di lembaga Village Micro Finance based on Sharia Economic.
2. Pengurus Village Micro Finance based on Sharia Economic merupakan tokoh masyarakat yang di percaya dan memiliki integritas tinggi.
3.  Pengelolaan dana Village Micro Finance based on Sharia Economic didistribusikan secara kredit islami dengan menggunakan akad mudharabah kepada masyarakat yang dibutuhkan dana, dan yang diprioritaskan adalah yang digunakan untuk usaha produktif.
4. Output yang dihasilkan oleh usaha yang dibangun masyarakat dapat meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.


Eksternalisasi di Lingkungan Sekitar

Rumah saya beralamat di Kp. Gandasoli RT.01/07 Desa Gandasari Kec. Katapang, Kab. Bandung. Di daerah tempat tinggal saya terdapat dua pabrik yang menjalankan usaha dibidang produksi berbagai jenis karung dan tali rafia. Salah satu nama pabriknya adalah PT. Sinar Mulia Plasindo Lestari. Masyarakat di sekitar tempat tinggal banyak yang bermata pencaharian sebagai karyawan di pabrik tersebut.

PT. Sinar Mulia Plasindo Lestari yang berada di dekat tempat tinggal saya beralamat lengkap di JL Gandasari, No. 22, Warung Lobak, Katapang Soreang, Bandung merupakan cabang dari perusahaan yang berada di daerah Cicukang. Pembuatan pabrik ini memiliki dampak terhadap kegiatan sehari-hari penduduk di sekitar. Setelah tahun 2000-an mata pencaharian penduduk mayoritas menjadi seorang karyawan pabrik tersebut. Berikut merupakan analisis eksternalisasi yang ditimbulkan dari dibangunnya pabrik tersebut.
Karung yang di Produksi
Produk Karung Sayuran
Eksternalisasi positif dari pendirian pabrik di daerah sekitar tempat tinggal saya adalah sebagai berikut :
a.       Menyediakan lapangan pekerjaan, sehingga mampu mengurangi jumlah pengangguaran, hingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan secara otomatis meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat.
b.      Menghidupkan sentra usaha di daerah sekitar
Adapun eksternalisasi negatif dari pendirian pabrik di daerah sekitar tempat tinggal saya adalah sebagai berikut :
a.       Terjadinya pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan dari minyak pelumas yang digunakan untuk menjalankan mesin
b.      Beberapa karyawan mengalami kerusakan kulit karena bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan karung menimbulkan alergi
c.       Terjadinya polusi suara yang ditimbulkan dari suara bising mesin pembuat karung.

“Pendidikan Indonesia menuju ASEAN Economic Community (AEC) 2015”

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha pembangunan suatu negara karena maju mundurnya suatu negara ditentukan oleh sumber daya manusianya. Sumber daya manusia Indonesia saat ini masih memiliki kualitas yang belum memenuhi standar dunia. Banyaknya pengangguran disinyalir merupakan akibat dari tuntutan pekerjaan yang ada tidak sesuai dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan.
Persaingan antar negara dewasa ini sangatlah ketat. Setiap negara berlomba-lomba untuk dapat “menguasai” negara lain dalam berbagai bidang. Baik itu ekonomi, pendidikan, social dan budaya serta IPTEK. Permasalahan akan timbul apabila suatu negara belum mampu mempersiapkan persaingan tersebut dengan baik. Persaingan yang paling dekat dengan ASEAN Economic Community yang akan dimulai pada Desember 2015 mendatang.
Kualitas sumber daya manusia dapat diukur dengan Human Index Development. Berdasarkan data yang diperoleh dari United Nations Development Programme (UNDP) dalam Majalah Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma dikatakan bahwa HDI Indonesia menempati peringkat ke-108 dari 187 negara pada tahun 2013, atau tidak mengalami perubahan dari tahun 2012. Posisi tersebut menempatkan Indonesia pada kelompok menengah. Skor nilai HDI Indonesia sebesar 0,684, atau masih di bawah rata-rata dunia sebesar 0,702. Peringkat dan nilai HDI Indonesia masih di bawah rata-rata dunia dan di bawah empat negara di wilayah ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand).[1]
Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dihitung melalui HDI. Oleh karena itu, pendidikan Indonesia harus mampu meningkatkan kualitasnya agar mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara lain. Sumber daya pendidikan yang dibutuhkan harus memenuhi standar Internasional. Menurut Suryadi terdapat beberapa sumber daya pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut :



[1] Anonim. 2014. Human Development Index 2014. Majalah Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma.

          
  Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan guna  mendukung  penuntasan  Program  Wajib  Belajar  Pendidikan  Dasar  Sembilan Tahun,  Pemerintah  menaikkan  satuan  biaya  program  BOS  pada  jenjang SD/MI/Salafiyah Ula dari Rp 397 ribu (kabupaten) dan Rp 400 ribu (kota) pada periode 2009-2011  menjadi  Rp  580  ribu/siswa/tahun  pada  tahun  2012,  yang  mencakup  31,32 juta  siswa.  Adapun  pada  jenjang  SMP/MTs/Salafiyah  Wustha  satuan  biaya  dinaikkan dari Rp 570 ribu (kabupaten) dan Rp 575 ribu (kota) menjadi Rp 710 ribu/siswa/tahun, yang  mencakup  13,38  juta  siswa.  Selain  itu,  dalam  rangka  memberikan  layanan pendidikan  yang  bermutu,  pemerintah  telah  membangun  sarana  dan  prasarana pendidikan  secara  memadai,  termasuk  rehabilitasi  ruang  kelas  rusak  berat.  Data Kemdikbud tahun 2011 menunjukkan bahwa masih terdapat sekitar 173.344 ruang kelas jenjang SD dan SMP dalam kondisi rusak berat.[1]
Kualitas pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap kesempatan kerja yang dimiliki oleh suatu negara. Berdasarkan data ada beberapa lapangan kerja yang akan sangat dibutuhkan di era ASEAN Economic Community 2015, yaitu sebagai berikut.



Pendidikan sebagai sektor pengembangan kualitas sumber daya manusia harus mampu menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan kualitas sumber daya manusia dengan negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Solusi agar mutu pendidikan di Indonesia meningkat adalah meningkatkan kualitas guru dan kualitas sarana dan prasarana yang ada di tiap sekolah ataupun universitas. Tidak hanya di kota, bahkan desa atau pedalaman pun yang jaraknya jauh dari pusat pemerintahan membutuhkan pendidikan yang memadai. Pemerintah juga perlu meningkatkan kurikulum pendidikan sesuai kebutuhan zaman yang setiap saat berubah agar pendidikan di Indonesia tidak tertinggal oleh pendidikan di negara-negara lain yang sudah jauh lebih maju.
Pendidikan memainkan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2000).

DAFTAR REFERENSI

Badan Pusat Statistik

Bappenas RI

Zulkarnaen, Zico Hadi. 2014. Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia. Kompasiana.com. [3 Agustus 2015]

Anonim. 2014. Human Development Index 2014. Majalah Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma.


[1] Bappenas RI Buku I, 2011:36