Senin, 19 Januari 2015

Inspirasi setelah Nonton “Kehormatan di Balik Kerudung”

Hari ini tiba-tiba aku mencemaskan tentang masa depanku. Masa depan yang aku tak tau akan bagaimana jadinya bila aku belum bisa membahagiakan Mamah dan Bapak, atau bahkan masa depan yang harus aku lalui tanpa Mamah dan Bapak. Akan jadi apa aku tanpa Mamah dan Bapak ? Pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba muncul hari ini, ketika milyaran manusia di bumi berkejaran untuk mendapatkan masa depan yang cerah, aku sedang apa ? Aku akan jadi apa ? Aku harus harus bagaimana ?
Usiaku sudah 20 tahun. Apa yang sudah aku berikan untuk Mamah dan Bapak ? Lebih banyak kebahagiaan atau malah kesedihan ? Orang tua yang selalu memperjuangkan kebahagiaanku, walau kadang aku tak menyadarinya, walau mungkin caranya yang salah. Maafkan aku Mah.
Masa depan yang lain menantiku. Sebagai insan dengan cinta, akupun merindukannya. Kapan, dimana dan seperti apa masa depanku aku tak tahu. Namun, ketidaktahuan tidak lebih menyedihkan dibandingkan dengan tidak adanya masa depan. Dengan tidak adanya kepercayaan diri yang kumiliki, aku harus bagaimana ? Bahkan hati ini meragukan aku bisa bahagia seperti orang lain.
Insan-insan yang menderita karena cinta, lalu menjadi egois dan sangat frustasi. Aku takut. Bagaimana keegoisan Syahdu yang menelan banyak korban, termasuk  dirinya sendiri.
            Walau Tuhan menjanjikan syurga yang indah, hatinya tetap sakit. Pun itu yang dirasakan pada Sofhia, Aisyah bahkan mungkin di dunia nyata seperti Teh Ninih. Berbagi tak selamanya membawa kebahagiaan, inilah yang terjadi saat kita membagi cinta. Cinta yang hanya ingin kita arungi berdua, namun terpaksa harus ada penumpang lain yang berada di kapal kehidupan yang sedang kita arungi. Nahkoda satu, namun tanggungjawabnya ada dua. Sungguh keadilan akan sulit ditegakkan sekalipun  diadili oleh hakim tersohor di dunia.
            Kini aku mengerti ketika aku jelaskan kepada Bibiku, bahwa perempuan yang dengan rela dan ikhlas dimadu, maka jaminan syurga baginya. Ia tak bergeming. Sejurus kemudian ia menjawab bahwa akan berpikir ribuan kali untuk dimadu walaupun jaminannya syurga. Setelah menonton film “Kehormatan di Balik Kerudung”, kini aku mengerti bahwa kata ikhlas tidak sepenuhnya mampu menghapus sakit yang akan dirasakan ketika dimadu. Bagaimana Sofhia dan Syahdu sama-sama memeras air mata walau mereka mendapatkan orang yang mereka sayangi, Ifand.

Pertanyaan lalu muncul, adakah perempuan berhati lembut layaknya Sofhia yang rela membagi cinta yang telah lama ia idam-idamkan ? Adakah laki-laki sepengertian dan sepenyayang Ifand yang masih peduli kepada orang yang pernah disayanginya ketika sakit yang masih menghargai istrinya walau mungkin ia tak mencintainya ? Adakah perempuan yang karena begitu kuat cintanya terhadap lelaki membuatnya begitu tersiksa jiwa dan raga lalu membuat ego menggunung sehingga kebaikan Sofhia  bagai sebutir pasir di Pantai layaknya Syahdu ?. Jawabanyya hanya Tuhan yang tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kritik dan sarannya ditunggu untuk lebih memperbaiki postingan-postingan saya berikutnya :)