Pendidikan merupakan faktor yang
sangat penting dalam usaha pembangunan suatu negara karena maju mundurnya suatu
negara ditentukan oleh sumber daya manusianya. Sumber daya manusia Indonesia
saat ini masih memiliki kualitas yang belum memenuhi standar dunia. Banyaknya
pengangguran disinyalir merupakan akibat dari tuntutan pekerjaan yang ada tidak
sesuai dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan.
Persaingan antar negara dewasa ini
sangatlah ketat. Setiap negara berlomba-lomba untuk dapat “menguasai” negara
lain dalam berbagai bidang. Baik itu ekonomi, pendidikan, social dan budaya
serta IPTEK. Permasalahan akan timbul apabila suatu negara belum mampu
mempersiapkan persaingan tersebut dengan baik. Persaingan yang paling dekat
dengan ASEAN Economic Community yang akan dimulai pada Desember 2015 mendatang.
Kualitas sumber daya manusia dapat
diukur dengan Human Index Development.
Berdasarkan data yang diperoleh dari United Nations Development Programme
(UNDP) dalam Majalah Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma dikatakan bahwa HDI Indonesia menempati peringkat
ke-108 dari 187 negara pada tahun 2013, atau tidak mengalami perubahan dari
tahun 2012. Posisi tersebut menempatkan Indonesia pada kelompok menengah. Skor
nilai HDI Indonesia sebesar 0,684, atau masih di bawah rata-rata dunia sebesar
0,702. Peringkat dan nilai HDI Indonesia masih di bawah rata-rata dunia dan di
bawah empat negara di wilayah ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, dan
Thailand).[1]
Sektor pendidikan
merupakan salah satu sektor yang mampu meningkatkan kualitas sumber daya
manusia yang dihitung melalui HDI. Oleh karena itu, pendidikan Indonesia harus
mampu meningkatkan kualitasnya agar mampu bersaing dengan sumber daya manusia
dari negara lain. Sumber daya pendidikan yang dibutuhkan harus memenuhi standar
Internasional. Menurut Suryadi terdapat beberapa sumber daya pendidikan,
diantaranya adalah sebagai berikut :
[1] Anonim.
2014. Human Development Index 2014. Majalah Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma.
Pemerintah sendiri telah melakukan
berbagai upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur
pendidikan guna mendukung penuntasan
Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, Pemerintah
menaikkan satuan biaya
program BOS pada jenjang
SD/MI/Salafiyah Ula dari Rp 397 ribu (kabupaten) dan Rp 400 ribu (kota) pada
periode 2009-2011 menjadi Rp 580 ribu/siswa/tahun pada
tahun 2012, yang
mencakup 31,32 juta siswa.
Adapun pada jenjang
SMP/MTs/Salafiyah Wustha satuan
biaya dinaikkan dari Rp 570 ribu
(kabupaten) dan Rp 575 ribu (kota) menjadi Rp 710 ribu/siswa/tahun, yang mencakup
13,38 juta siswa.
Selain itu, dalam
rangka memberikan layanan pendidikan yang
bermutu, pemerintah telah
membangun sarana dan prasarana pendidikan secara
memadai, termasuk rehabilitasi
ruang kelas rusak
berat. Data Kemdikbud tahun 2011
menunjukkan bahwa masih terdapat sekitar 173.344 ruang kelas jenjang SD dan SMP
dalam kondisi rusak berat.[1]
Kualitas pendidikan akan sangat
berpengaruh terhadap kesempatan kerja yang dimiliki oleh suatu negara.
Berdasarkan data ada beberapa lapangan kerja yang akan sangat dibutuhkan di era
ASEAN Economic Community 2015, yaitu
sebagai berikut.
Pendidikan sebagai sektor pengembangan
kualitas sumber daya manusia harus mampu menghasilkan lulusan yang mampu
bersaing dengan kualitas sumber daya manusia dengan negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius
dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan
di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal
itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan
sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi
pembangunan bangsa di berbagai bidang. Kualitas
pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003)
bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari
20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036
SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas,
efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah
pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia
pendidikan yaitu:
(1).
Rendahnya sarana fisik,
(2).
Rendahnya kualitas guru,
(3).
Rendahnya kesejahteraan guru,
(4).
Rendahnya prestasi siswa,
(5).
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6).
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan
(7).
Mahalnya biaya pendidikan.
Solusi
agar mutu pendidikan di Indonesia meningkat adalah meningkatkan kualitas guru
dan kualitas sarana dan prasarana yang ada di tiap sekolah ataupun universitas.
Tidak hanya di kota, bahkan desa atau pedalaman pun yang jaraknya jauh dari
pusat pemerintahan membutuhkan pendidikan yang memadai. Pemerintah juga perlu
meningkatkan kurikulum pendidikan sesuai kebutuhan zaman yang setiap saat
berubah agar pendidikan di Indonesia tidak tertinggal oleh pendidikan di
negara-negara lain yang sudah jauh lebih maju.
Pendidikan
memainkan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk
menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta
pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2000).
DAFTAR REFERENSI
Badan Pusat Statistik
Bappenas RI
Zulkarnaen, Zico Hadi. 2014. Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia. Kompasiana.com. [3 Agustus 2015]
Anonim.
2014. Human Development Index 2014. Majalah Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kritik dan sarannya ditunggu untuk lebih memperbaiki postingan-postingan saya berikutnya :)